Oleh: Iman Untung 'Djioen' Slamet
Ketika dua teman lama baru ketemu (pasti mereka berdua kelompok kalangan bawah alias kaum marjinal, sebab kalau kaum si A dan si B, elitis tulisan ini gak bakal pernah disentuh jempol.mereka) biasanya, spontan, akan ada ungkapan atau teriakan (kata kata atau kalimatnya sebenarnya berkonotasi negatip) yang menggambarkan rasa: gembira, aneh, tidak percaya , heran dan malah bersyukur atas keberhasilan atau keadaan yang terbalik.dari kondisi salah satu dari mereka.
Misalnya ketika sekolah si A selalu.rangking 3 atau satu dari belakang tapi kini sukses menjadi menejer sebuah perusahaan, atau dulu si A biang kerok di kampung tapi justru sekarang jadi ketua RT bahkan mungkin marbot mushola.
Si B karena gak percaya tapi juga justru bersyukur atas kondisi si A yang menjadi baik biasanya kalau di Jawa akan spontan si B berteriak: "asu tenan kowe...", "dancuuukk...", "bajigur...", kalau di Betawi, " gileee beneerr...", "aji gile mampus gueee....", kalau di Sumatera ya umumnya, "pukimak kau....", kalau orang Brebes bilang, "doooobbboooollllll ....asu kowen, tukang mendem dadi rt, alhamdullilah wis waras raimu...".
Tapi si B teriak begitu justru sambil merangkul bangga atas kondisi kawan lamanya si A itu. Dan setelahnya justru mereka tertawa renyah bahagiah, si A malah mentraktirnya makan minum di warung terdekat. Padahal barusan si B "memaki maki" dirinya.
Dalam sosiolinguistik Bahasa Indonesia, konteks penggunaan kata kata berkonotasi makian itu secara umum disebut kekerasan verbal. Selesainya di KUHP.
Tetapi dalam ungkapan spontanitas para kaum marjinal kalangan awam bawah, seperti contoh saat bertemunya si A dan B yang sudah lama terpisah dan masih sama sama merekam memori kelakuan dan prilaku masing masing saat masih hidup bareng, tentu saja bukan kekerasan verbal, tapi ujud rasa sama sama bersyukur menjadi lebih baik dan bahkan berakhir di traktiran warung warung terdekat.
Saat pilgub Lampung sekarang ini, melihat fenomena dan kenyataan yang terjadi mungkin kawan kawannya Arinal Junaidi kalau ketemu akan berteriak asu tenan atau lainnya sambil tertawa tawa lega.
Sebab secara politis sebagai ketua DPD Golkar, bahkan mantan Gubernur yang baru selesai beberapa bulan lalu, tidak dicalonkan oleh partainya adalah sebuah kematian nyawa politiknya.
Tapi seperti yang ditulis senior jurnalis Herman Batin Mangku, Arinal Juaidi itu "haqo haqo", selalu beruntung.
Eehh di saat saat sangat very very injurytime, nyawa politik Arinal Junaidi nempel masuk tubuhnya lagi.
Takdir manusia memang gak ada yang bisa menerka. Kenapa harus ada putusan nomer 60 MK RI, dan banyak lagi kejadian kejadian politis mengharuskan bertanya kenapa harus ada ini itu kenapa terjadi ini itu.
Arinal Junaidi haqo haqo lagi.Partai PDIP malah menduetkannya dengan sekretaris DPD PDIP Lampung, Sutono sebagai cagub wagub peserta Pilgub Lampung 2024 ini.
Aku tidak mengenalnya dekat bahkan Arinal.dan Sutono pun tak kenal aku juga. Tapi membaca dan menyimak berbagai informasi media media massa, resistensi Arinal cukup mengkawatirkan untuk kehidupan seorang pejabat publik maupun politikus. Tapi takdir berkata lain, 29 agustus 2024 hari terakhir pendaftaran cagub wagub pilkada Lampung pasangan Arinal SUtono mendaftar di KPUD Lampung.
Dan entah apa karena kebetulan akronim pasangan ini Arnal - SUtono, walau tim kampanyenya menyebut ARJUNO, tetapi sebagai warga awam di Lampung spontan aku berteriak, " dobolll....ASU tenan wis dipateni neng Golkar malah metu sing PDIP...".
Selamat bertanding di pilkada gub Lampung 2024 walaupun sebagian besar bangsa ini paling hanya.bisa berujar satir , "ASUUUUUUU......" atas kejutan kejutan berita berita keputusan politis menjelang pergantian pimpinan nasional.
SALAM NGOPI!