Oleh Khaidir Asmuni
Akhirnya Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani bicara jika Prabowo Subianto kemungkinan akan kembali maju dalam pertarungan pemilihan presiden 2024. Sinyal sebelumnya, saat
podcast dengan Dedy Corbuser, Juni 2021 lalu, Prabowo mengatakan mencalonkan diri dalam pilpres merupakan sebuah pengabdian. Dirinya tak menutup kemungkinan kembali merebut kursi istana.
Pernyataan Muzani beberapa waktu setelah hasil survei Saiful Mujani Research and Consultant (SMRC) menyatakan elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindraitu masih berada di posisi teratas dengan 18,1 persen terkait calon presiden 2024. Survei dilakukan dengan simulasi pilihan semi terbuka.
Partai Gerindra sebaiknya mempersiapkan diri apabila Prabowo maju lagi di Pilpres 2024. Alasannya, kondisi Pilpres saat ini berbeda dengan kondisi sebelumnya. Secara internal sendiri Prabowo terlalu lama diam. Sejak menjadi Menteri Pertahanan, Prabowo nyaris tidak mengeluarkan statemen yang bersifat politis untuk menjaga massa pendukungnya. Terutama massa pendukung di tahun 2019 lalu. Atau bahkan massa pendukung di tahun 2014 dan 2009.
Terlalu lama berdiam diri ini bisa juga menyebabkan jaringan-jaringan dan komunikasi politik akan terputus. Kecuali kalau mungkin di luar sepengetahuan media massa ternyata komunikasi itu tetap berjalan. Komunikasi politik yang terputus jelas menghilangkan investasi politik yang sudah dibina oleh Prabowo di tiga kali pencapresan.
Dalam berbagai peristiwa yang biasanya dimanfaatkan oleh partai politik untuk berkomunikasi dengan para pendukungnya juga jarang terlihat Prabowo. Seperti adanya vaksinasi massal, atau terjadinya bencana alam di mana biasanya partai politik akan turun. Namun pemberitaan jarang melihat Prabowo secara langsung. Kecuali melalui partainya.
Kondisi lainnya adalah pendukung Prabowo di tahun 2019 sebagian sudah mendirikan partai baru seperti Fahcry Hamzah, Amin Rais dan sejumlah tokoh lainnya. Sementara, yang lain bergabung dalam KAMI.
Tampaknya dinamika politik yang terjadi memang menempatkan Prabowo akan sulit untuk bersama dengan rekan-rekannya yang dulu tergabung di 2019.
Selain hal di atas, boleh disebut Prabowo juga mengalami beban psikologis yang bisa saja memengaruhi langkahnya sendiri.
Kalau boleh digambarkan ini seperti menendang pinalti di masa injury time. Dimana beban psikologis akan sangat tinggi dan posisi goal sangat menentukan.
Nama besar Prabowo juga akan memberikan beban tersendiri. Apalagi lawan-lawan politiknya tergolong orang-orang muda. Saat ini saja sudah muncul berbagai pendapat mengenai Prabowo sendiri yang maaf kalau kita sebut usianya tidak lagi muda.
Sementara dia menyandang nama besar. Anggap saja sama seperti Cristiano Ronaldo atau Messi menendang pinalti di masa injury time dan goslnya sangat ditunggu karena menentukan hidup mati dari tim sepak bolanya.
Kenapa ini disebut injury time? Karena kita tahu bahwa kemungkinan Prabowo untuk tampil lagi di Pemilu tahun 2029 itu sangat kecil bahkan ada yang berpendapat tidak mungkin lagi.
Itulah sebabnya di masa yang kita sebut "injury time" dalam tanda kutip ini ada beban agar suksesi itu harus menang.
Terakhir, kondisi yang dihadapi Prabowo adalah anomali. Ini diartikan masa pendukungnya yang lama (koalisi terdahulu) terpolarisasi sementara koalisi baru belum terbentuk. Hal ini akan menciptakan risiko seandainya koalisi baru tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Yang bermunculan saat ini dan santer adalah Prabowo dipasangkan dengan Puan Maharani.
Namun terlepas dari situasi anomali ini para pengurus Partai Gerindra harus segera memikirkan koalisi baru yang mungkin bisa lebih efektif dan besar yang bisa membawa kemenangan bagi Prabowo di ajang Pilpres 2024.
Oleh sebab itu sesuai judul tulisan ini jika ingin membawa kembali nama besar Prabowo maka Gerindra harus melakukan berbagai upaya. Salah satunya Let's make Prabowo great again. (*)