Oleh : Khaidir Asmuni
Di tengah derasnya kritik terhadap penanganan Pandemi Covid-19, pengumuman BPS bahwa pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 7.07 persen semestinya menjadi kabar baik bagi semua pihak.
Alasannya, dengan tumbuh di atas India dan Jepang tersebut, bisa di interpretasikan ada upaya keras Pemerintah untuk mempertahankan roda perekonomian. Atau lebih tepat disebut memperjuangkan perekonomian agar tidak jatuh terpuruk dalam badai pandemi.
Disebut sebuah perjuangan karena pada saat bersamaan muncul perdebatan yang terkadang menempatkan Pemerintah dalam situasi dilematis. Apakah ekonomi dulu atau keselamatan masyarakat dulu yg jadi prioritas. Namun, dengan berbagai perjuangan, Pemerintah berupaya keras menyelamatkan rakyat, sekaligus berjibaku agar perekonomian tetap berjalan.
Presiden Jokowi bersama Tim Ekonomi Pemerintah (kalau boleh disebut dikoordinasi Airlangga Hartarto dan Luhut Binsar P) diakui tidak saja menghadapi tantangan secara psikologi dan sosial, tapi juga politis.
Tantangan psikologis bisa dilihat dari perang urat syaraf pandemi saat bangsa ini tak bisa menahan tangis dari rakyat yang meninggal karena Covid-19. Juga upaya membangkitkan semangat rakyat agar kuat melawan Pandemi. Semua tidak terasa mudah. Belum lagi dinamika politik yang terasa mendera tanpa diundang.
Suprise Angka 7,07 Persen Kepala BPS Margo Yuwono, seperti dikutip media massa mengungkapkan, bahwa pertumbuhan ekonomi tumbuh 3,31 persen secara (q-to-q/quarter-to-quarter) dan 7,07 persen secara (y-o-y/year-on-year).
Menurutnya, konsumsi rumah tangga dan investasi turut memberikan andil besar dalam pertumbuhan ekonomi kuartal ini. Dari sisi pengeluaran, dia mengatakan 84,93 persen berasal dari konsumsi rumah tangga dan investasi.
Bersambung