Hasanuddin Z Arifin
Kembali mengingatkan. Mari kita lebih teliti ketika akan menyebarkan, mengomentari, atau menyimpulkan sebuah tayangan berita/foto/video/kartun/me/pernyataan tokoh dan lain-lain cerita yang muncul di dinding FB, WA, Twitter, dll.
Sebab, sangat banyak produk tayangan tersebut ternyata tak sesuai dengan yang sebenarnya. Boleh jadi, yang meng-upload berita/foto/video tersebut tak bermaksud berbohong, tetapi hanya memperoleh sepotong fakta yang selanjutnya dipersepsikan menurut pikirannya sendiri. Boleh jadi juga memang ada yang kerjanya memproduksi kebohongan untuk maksud tertentu.
Contohnya begini: ketika si A jalan-jalan di pantai, tiba-tiba melihat si B yang dikenal sebagai tokoh agama sedang “berciuman” mulut ke mulut dengan seorang gadis cantik yang mengenakan baju renang. Takut kehilangan momentum, si A langsung memfoto/memvideokan detik-detik peristiwa “ciuman” itu. Tanpa bertanya-tanya (konfirmasi) si A langsung mengunggah foto/video tersebut dengan kalimat: Dasar ustad mesum!
Sosmed geger. Komentar bertaburan: hinaan, caci maki, prihatin, dll. Padahal fakta sesungguhnya: si B yang ustad tadi justru memberikan pertolongan kepada gadis yang nyaris tenggelam dan memberikan bantuan napas. Jadi, Si A baru melihat sepotong fakta lalu dipersepsikan seperti yang ada dalam benaknya. Kasihan benar si Ustad B.
Contoh lain: si C sedang melintasi satu kampung dan melihat puluhan orang beramai-ramai merobohkan masjid. Langsung difoto/divideokan. Tanpa cek dan ricek, lalu diunggah ke sosmed dengan judul: Biadab, tempat ibadah diobrak-abrik. Mari kita doakan semoga dilaknat!
Semua warga sosmed mengecam. Padahal fakta sesungguhnya: pada hari itu jemaah di desa itu memang sedang gotong-royong merobohkan masjid mereka yang akan direnovasi total. Malang benar jemaah masjid itu.
Cantoh lain lagi: ratusan anggota ormas sedang berbaris di lapangan pada pukul 11 siang. Setelah breifing ini dan itu, mereka melakukan gerak badan: kepala, pundak, lutut, kaki (senam anak TK, kali).
Lewatlah si D lalu menjepret dengan ponselnya: pas gerakan mereka sedang memegang lutut (sehingga seperti saat rukuk dalam salat) dan dalam foto tertera waktu pengambilan gambarnya. Lalu foto diunggah dengan judul: Inilah ormas preman yang pingin disebut alim. Sholat apa jam 11 siang. Masih pakai sepatu lagi.
Bukan hanya berita, foto, dan video. Banyak juga diunggah kutipan pernyataan tokoh penting. Jika tanpa menyebut dari mana pernyataan itu dikutip (referensi buku, majalah, dll), selayaknya kita meragukan kesahihannya. Tonton saja, tak usah suka, apalagi komentar.
Sekali lagi, mari kita lebih jeli dan teliti agar kita selamat dari golongan orang-orang yang menyebarkan kasih sayang. Itu saja.
Dan mari berdoa: Ya Allah, semoga kepada kami yang benar dan berilah peluang kami untuk mengikutinya; dan menciptakanlah yang salah itu keliru dan berilah kekuatan kepada kami untuk membangunnya. Insya Allah, Aamiin.