Oleh Deni Haddad
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) lewat Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Rika Aprianti mengumumkan pemberian remisi bagi 134.430 orang narapidana (napi, 214 orang diantaranya merupakan napi korupsi,
Pemberian remisi tersebut berdasarkan Pasal 14 ayat 1 (i) UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. "Pasal 14 Ayat 1 Huruf (i) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa narapidana berhak mendapatkan remisi.
Anehnya pemberian remisi tersebut diberikan kepada satu di antara nama narapidana yaitu Djko Tjandra, sebelumnya menjadi konsumsi di ruang public. Djko Tjandra adalah terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra memperoleh remisi selama 2 bulan.
Selain Djoko Tjandra, ada pula nama Eni Maulana Saragih, terpidana kasus korupsi proyek PLTU Riau-1, yang juga memperoleh remisi, Eni Maulana Pada 2019 yang lalu divonis 6 tahun penjara.
Hampir semua publik mengetahui bahwa Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih utang Bank Bali yang sempat buron selama 11 tahun, bahkan mengakali aparatur negara untuk bisa kabur.
Dalam kasus tersebut, ia dihukum 2 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) pada 2009 yang lalu. Namun, ia baru menjalani hukuman itu mulai akhir Juli 2020 kemarin, karena selama 11 tahun sebelumnya, ia kabur ke luar negeri.
Di luar hukuman itu, ia juga terlibat dua kasus lain menyangkut pelariannya ke luar negeri. Pertama, kasus surat jalan palsu dengan vonis 2,5 tahun penjara. Kedua, kasus penghilangan nama Joko dari daftar pencarian orang dan fatwa bebas MA dengan vonis dari majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, selama 3,5 tahun penjara. Sebelumnya di tingkat pertama, ia divonis 4 tahun penjara.
Saya sebagai masyarakat mempertanyakan itu, kenapa pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memberikan remisi kepada napi korupsi walaupun hanya dua bulan.
Pemberian remisi tersebut sebetulnya tidak memberikan efek jera bagi para koruptor, sebab tak ubah mereka diistimewakan dalam hal ini, beda dengan kasus-kasus pidana yang lain hal ini akan menjadi ketimpangan tentunya.
Saya jadi teringat apa yang pernah dikatakan Gusdur Presiden ke 4 Republik Indonesia itu dalam kalimatnya “Bangsa ini paling kaya di dunia, kok jadi paling melarat, hal tersebut karena korupsi dibiarkan dan tidak ditindak” ada juga penggalan kalimat Gusdur yang lain “Negara kita inintidak akan hancur oleh bencana dan perbedaan, tapi Negara ini akan hancur karena moral bejat dan perilaku korupsi”
Hal tersebut membuat saya berpikir, apakah napi korupsi menjadi istimewa bahkan diberikan remisi, apalagi pemberian remisi tersebut pada momentum hari kemerdekaan Indonesia, pahlawankah mereka tersebut?
Menjadi contoh bagi bangsa ini jika ingin maju budaya-budaya koruprif tersebut hendaknya dikurangi, jika terbukti melakukan justeru diberikan hukuman yang setimpal karena telah merugikan Negara, di Negara lain mereka tegas terhadap para pelaku korupsi, jika bersalah dikenakan hukuman yang berat, bahkan diberikan hukuman mati.
Negara ini terlalu banyak belas kasih, terlalu banyak perimbangan dan terlalu banyak perasaan Nggak Enak, sehingga untuk lebih cepat maju akan lama, jika hal-hal yang merugikan Negara tersebut masih diberikan keistimewaan, harusnya kita mencontoh Negara-negara yang sudah maju bukan malah melakukan hal-hal yang membuat Negara ini mundur ke belakang lagi. Tabik