Oleh Adolf Ayatulloh
Tadi malam, Selasa (23/11/2021) di Suki, Bukit Randu, Dewan Pers mengundang pimpinan-pimpinan media dan organisasi wartawan di Lampung. Acaranya? Silaturahim. Hadir Ketua Dewan Pers Prof M Nuh dan Koordinator Bidang Hukum, Agung Darmajaya.
Prof Nuh memaparkan hal yang cukup menarik. Membuka pembicaraan dengan menyebut frasa "Transformasi Digital". "Itu sudah tidak bisa dihindari," cetus mantan Rektor ITS Surabaya itu.
Nuh kemudian menjelaskan kalau sudah tidak lagi masanya untuk saling gontok-gontokan antar perusahaan pers dan wartawan. Dia menguraikan babakan-babakan perkembangan pengelolaan perusahaan.
"Dulu kita memulainya dengan era monopoli, kemudian berikutnya kompetisi. Makanya semua lembaga mengeluarkan, meneliti dan mengedepakan competitive index. Usai era itu kita masuk ke era sinergi," papar dia.
Tapi, imbuh dia, kalau yang baru memulai soal "sinergi" sebetulnya sudah telat juga. "Sekarang ini kita masuk ke babak "ekosistem". Sinergi sudah dianggap ketinggalan jaman," jelasnya.
Itulah kemudian mengapa Ketua Dewan Pers mengajak insan dan komunitas pers untuk saling mendukung. "Misalnya ada media yang sudah mapan soal digitalisasi media, bantu lah media yang belum terlalu bagus. Kita itu menerima apa yang kita beri. Ilustrasinya, seperti berteriak di dalam dome. Apa yang kita keluarkan secara alamiah akan kembali lagi ke kita. Hidup itu memberi," kata M Nuh.
Ketua Dewan Pers meminta komunitas pers untuk memberi fokus yang lebih kepada persoalan yang disebutnya sebagai "common enemy". "Politik boleh, berita artis yah nggak apa-apa. Tapi kalau misalnya kita secara bersama-sama mengangkat persoalan kemiskinan. Maka dampaknya akan lebih kuat," wejang dia.
Untuk itu, Nuh menyebutkan bukan eranya lagi wartawan saling bersaing. "Yang ada itu sekita-an aja. Kekitaan, bukan lagi keakuan," cetusnya. (*)